Kamis, 24 Desember 2009

Ciuman "Godfather"



Giulio Andreotti

Ciuman "Godfather" Mafia Italia

Ciuman. Itulah yang pada akhirnya menghancurkan Giulio Andreotti, yang pernah tujuh kali menjadi presidente del Consiglio- sebutan bagi perdana mentri Italia- yang biasa dipanggil Don Giulio.

Di Italia, ciuman- tentu selain sebagai ungkapan kasih sayang atau malahan cinta- merupan tanda penghormatan. Kalau yang dicium Don Giulio itu adalah istri, anak, saudara, sahabat, atau orang terhormat, tentu tidak menjadi persoalan. Sayang, yang dicium tokoh Partai Kristen Demokratik Italia itu ternyata, bos mafia Cosa Nostra: Salvatore "Toto" Rina.

Don Giulio tertangkap basah oleh Baldassare Di Maggio, seorang informan, saling berciuman dengan Riina. Di Maggio, seperti diungkapkan Reuter kemarin, mengantar Riina ke rumah tokoh Partai Kristen Demokrat, Ignazio Salvo, Di Maggio mengaku melihatDon Giulio yang tengah duduk dengan Salvo Lima (powerbroker Kristen Demokrat di Sisilia), bangkit berdiri dan menyambut Riina dengan ciuman mesra.

Ciuman itulah yang menjadi salah satu dasar tuduhan bahwa Don Giulio berkomplot dengan mafia. Dalam kesaksiannya, Di Maggio mengatakan, Riina minta jaminan dari tokoh yang selama beberapa dekade disebut sebagai "Mr Italia" agar Partai Kristen Demokrat yang berkuasa tidak memusuhi dia dan mafia Cosa Nostra.

Itulah sebabnya, hakim di Sisilia pun lantas menuding Don Giulio sebagai pelindung mafia dan menjadi pengaman pemerintahannya. Menurut harian The Independent, jaksa di Palermo dan Perugia, menuduh Don Giulio selama lebih dari 20 tahun menggunakan kekuasaannya untuk mengatur kasus-kasus kejahatan terorganisir dan bertemu dengan para bos mafia. Don Giulio memerintahkan dua pembunuhan, salah satunya terhadap wartawan Mino Pecorelli tahun 1979. Dia juga dituduh menjadi godfather mafia Roma.

Benarkah semua tuduhan itu? saat ini masyarakat Italia tengah menunggu putusan hakim yang akan dijatuhkan beberapa hari mendatang.

***

Siapakah Giulio Andeotti itu? Nama lelaki yang dilahirkan di Roma pada 14 Januari 1919 ini tidak hanya populer di Italia, melainkan juga diluar negaranya. Ia pernah menjabat berbagai jabatan strategis di lembaga internasional. Putra ketiga dari tiga bersaudara ini juga mendapat anugrah doctor honoris cousa dari beberapa lembaga perguruan tinggi internasional, seperti Universitas Sarbone di Paris (Perancis), Universitas Layola di Chicago (AS), dan Universitas Copernico di Torun (Polandia).

Ketika masih berusia dua tahun, ayahnya meninggal dunia. Sejak itu dia di asuh oleh ibu dan bibinya dalam kehidupan yang serba kekurangan. Apartemen tempat mereka tinggal tidak memiliki alat pemanas, sehingga bila musim dingin tiba, Adreotti kecil harus membiarkan kulit tubuhnya diserang rasa dingin yang menusuk tulang. Ibunya harus bekerja keras karena uang pensiun yang diterima terlalu kecil. Dan, Adreotti kecil merasa kurang mendapat kasih- sayang ibunya. bahkan, katanya, sang ibu tak pernah menciumnyaq.

Dari bibinya, dia memperoleh pelajaran hidup, yang dilukiskan sebagai "kearifan Katolik orang Roma: jangan pernah terlalu mendramatisasi suatu hal; segala sesuatu; dapat diatur; bersikaplah teguh terhadap segalah hal; hal yang penting dalam hidup sangat sedikit."

Adreotti- lulus sarjana hukum- mengawali kehidupan politiknya sebagai protege Alcide De Gasperi, seorang politisi gaek dengan bekerja di perpustakaan Vatikan. dan, akhirnya dia menjadi tangan kanan De Gasperi. Ketika De Gasperi menjadi perdana mentri pemerintahan usai perang dunia II, 1945, Adreotti diangkat menjadi kepala stafnya pada tahun 1947. Saat itu, usianya baru 28 tahun. Dari sinilah- mantan wartawan FUCI (Federasi Universitas Katolik Italia) itu mengawali karier politiknya.

Di FUCI, dia bertemu dengan Aldo Moro, mantan perdana mentri Italia yang dibunuh teroris Brigade Merah pada tahun 1978. FUCI inilah yang dengan dukungan Paus Pius XII dapat dikatakan menjadi cikal- bakal Partai Kristen Demokrat Italia, pada tahun 1945.

Bintang Adreotti, yang juga dikenal sebagai penulis jagoan- salah satu bukunya yang berjudul "memerintah ditengah krisis"- makin bersinar. Sejak dia terjun ke dunia politik, hingga 15 juni 1987, Adreotti yang sering pula dipanggil Zio Giulio (paman Giulio) untuk ke-11 kalinya terpilih menjadi senator. berdasarkan prestasinya itu, dia di nobatkan sebagai senator seumur hidup.

Pertama kali Zio Giulio menjadi perdana mentri tahun 1964 pada zaman pemerintahan Leone. Lalu, dia dua kali (1963-1969) menjadi perdana mentri pada zaman pemerintahan Aldo Moro, tahun 1983-1986, di kembali menjadi perdana mentri merangkap mentri luar negri. Dan, lagi-lagi dia terpilih menjadi perdana mentri, 1989-1991. Itulah sebabnya dia disebut-sebut sebagai tokoh populer di Eropa pada nzamannya.

***

Akan tetapi, tokoh yang pernah mengatakan, "di Italia tidak ada malaikat maupun setan, yang ada adalah para pendosa kecil" ini jatuh juga. Dia mengatakan hal itu, ketika mula pertama dituduh ada main dengan mafia tahun 1993.

Ada yang menilai, sebenarnya, pernyataan itu menegaskan betapa mafia sudah merasuk ke segala bidang kehidupan di Italia. Pernyataan Andreotti itu juga hanya ingin menegaskan bahwa ribuan orang sudah terjerat dalam budaya korupsi yang sistematis, termasuk dirinya.

Andreotti, pada akhirnya, memang tidak bisa lari dari tuduhan bahwa dia terlibat dengan dunia mafia. Apalagi, Di Maggio membeberkan apa yang ia lihat. Ketika itu, orang-orang Italia tidak percaya. "Omong kosong!" komentar Pastor Mario Canciani, bapak pengakuan Andreotti, seperti dikutip The Independent.

"Andreotti bahkan tidak pernah mencium anak-anaknya sendiri (punya empat anak)," tutur Mario Canciani. Dan, Scalfari dari La Repubblica menguatkan pernyataan Mario Canciani. "Bukan dia kalau berlaku seperti itu. Dia orang yang sangat bijaksana, hati-hati," komentar Scalfari.

Akan tetapi, ada saksi yang sudah "bernyanyi". Bahkan Pecorelli, editor tabloid skandal yang disebut OP, pernah menulis tentang rezim Andreotti yang korup. Dia juga menulis skandal penyuapan yang melibatkan Andreotti. Tulisan itu berjudul All the President's Cheqeues. Menurut tulisan itu, faksi Andreotti menerima ratusan juta Pounds dari bank-bank milik negara.

Walaupun hari-hari di penghujung hidupnya coreng- moreng, Andreotti tetap menikmati popularitasnya hingga kini di Italia. Bulan Mei lalu, ketika parlemen memilih Presiden, Andreotti memperoleh 10 suara.

Kisah Andreotti, seperti menegaskan cerita Giuseppe Di Lampedusa dalam novel klasiknya mengenai feodalisme Sisilia, The Leopard, yang melukiskan peranan mafiosi sebagai ncenteng para tuan tanah, lalu menjadi perantara antara palazzo (arti harfiahnya istana) dan piazza (lapangan, alun-alun) dan tetap hidup berkuasa hingga kini.

Bahkan, mafia semacam itu pun kini nbukan hanya monopoli Italia, akan tetapi sudah meruyak ke negara-negara lain dalam berbagai bentuknya. Dan, ciuman itu menjadi awal bencana

(Trias Kuncahyono)

Kompas, Kamis 16 September 1999